Terkuaknya keterlibatan H.LULUNG pada kasus korupsi



-Menguak Keterlibatan H Lulung pada Kasus Korupsi UPS

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham “Lulung” Lunggana dan Sekretaris Komisi E Fahmi Zulfikar Hasibuan dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim Polri, Rabu (29/4/2015) ini. Keduanya diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi pengadaan alat penyedia daya listrik atau uninterruptible power supply (UPS) pada 2014.

Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso memperkirakan akan ada penetapan tersangka baru setelah pemeriksaan terhadap Lulung dan Fahmi. Sebab, kata dia, hasil pemeriksaan terhadap keduanya akan dicocokkan dengan keterangan dari saksi-saksi lainnya dan sejumlah barang bukti hasil penggeledahan terhadap ruang kerja keduanya di Gedung DPRD DKI, Senin (27/4/2015).

“Kemarin kan digeledah mencari barang bukti dan petunjuk. Hasil geledah dievaluasi dulu, baru dilihat, dari situ larinya ke mana. Hasil penggeledahan itu mengarah ke orang yang kemungkinannya bisa jadi tersangka,” kata Budi, di Mabes Polri, Selasa (28/4/2015).

Saat ditemui, Lulung berjanji akan bersikap kooperatif untuk datang memenuhi pemanggilan. Dia mengaku sangat mendukung agar kasus korupsi pengadaan UPS pada tahun 2014 bisa cepat selesai.

“Insya Allah pada panggilan berikutnya saya siap hadir ke hadapan tanpa ada halangan apapun. Hal yang wajar ketika saya dipanggil untuk dimintai keterangan dalam kasus UPS ini karena pada 2014 saya selaku koordinator Komisi E,” kata dia, di Gedung DPRD DKI.

Lulung menjelaskan alasannya tidak memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri pada jadwal pemeriksaan Senin kemarin. Ketidakhadiran itu disebabkan karena ia sudah lebih dulu berjanji untuk hadir dalam acara musyawarah kerja DPW Partai Persatuan Pembangunan Sulawesi Utara di Manado.

Menurut Lulung, Bareskrim baru menyampaikan surat panggilan pada Jumat (24/4/2015). Sedangkan dua hari sebelumnya, ia mengaku sudah menerima surat undangan dan kesediaan untuk hadir di Manado. Akan tetapi, ia mengaku sudah menyampaikan surat izin atas ketidakhadirannya itu. Dalam surat tersebut, ia sudah menyampaikan permintaan maaf.

“Karena saya sudah janji lebih dulu dengan penyelenggara acara di Manado karena yang hadir para kiai, ustaz, ulama, dan pengurus PPP dari 28 kabupaten dan kota se-Sulawesi Utara. Saya diminta untuk mengisi acara di sana,” ujar Ketua DPW PPP DKI Jakarta ini.

Dalam perkara dugaan korupsi UPS pada tahun 2014, polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman. Alex merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS di sekolah-sekolah di Jakarta Barat, sedangkan Zaenal adalah PPK pengadaan UPS di sekolah-sekolah di Jakarta Pusat. Saat dugaan korupsi ini terjadi, Lulung merupakan unsur pimpinan DPRD DKI yang menjadi koordinator Komisi E, yang mana Fahmi merupakan salah satu anggotanya.



-Ketakutan, H Lulung Kembali Mangkir Dari Panggilan Bareskrim Polri

Wakil Ketua DPRD DKI memutuskan tidak jadi mendatangi Mabes Polri, Rabu (29/4/2015), dengan alasan belum menerima surat panggilan dari Bareskrim.

Ia mengaku belum tahu kapan Bareskrim akan mengirimkan surat tersebut. “Saya belum dapat panggilan, belum ada suratnya. Mungkin maksudnya hari ini Bareskrim bikin jadwalnya, tapi dipanggilnya kapan saya enggak tahu. Kalau nanti sudah dipanggil, akan saya kasih tahu,” ujar dia saat dihubungi, Rabu siang.

Lulung, sapaan Lunggana, berharap polisi bisa profesional dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan alat penyedia daya listrik atau uninterruptible power supply (UPS) pada tahun 2014. Karena itu ia berharap pemanggilannya memang bertujuan untuk kepentingan penyidikan, dan bukan karena ditunggangi pihak lain di luar unsur kepolisian.

“Nanti kan hasil penyidikannya dilihat dulu nanti hasilnya seperti apa. Teman-teman wartawan jangan ingin saya langsung jadi tersangka,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.

Pada Selasa (28/4/2015) malam, Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso mengatakan bahwa jadwal pemanggilan pemeriksaan Lulung adalah pada Rabu (29/4/2015).

Lulung merupakan unsur pimpinan DPRD DKI yang menjadi koordinator Komisi E saat terjadinya dugaan korupsi melalui pengadaan UPS pada 2014. Dalam perkara ini polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman.

Alex merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS di sekolah-sekolah di Jakarta Barat, sedangkan Zaenal adalah PPK pengadaan UPS di sekolah-sekolah di Jakarta Pusat.



-H Lulung Kembali Mangkir Pada Panggilan Kedua , Ini Dia Reaksi Bareskrim Polri

Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen (Pol) Ahmad Wiyagus menyayangkan ketidakhadiran Abraham Lunggana alias Lulung dalam agenda pemeriksaan di Bareskrim, Rabu (29/4/2015).

Wiyagus mengatakan, Lulung sendiri yang berjanji kepada penyik akan datang ke Bareskrim Polri untuk diperiksa Rabu ini. Namun, Lulung tidak hadir. Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PPP itu akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di DKI Jakarta tahun 2014.

“Apa perlu saya konfrontasi dia dengan penyidiknya? Enggak kan?” ujar Wiyagus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu siang.

“Atau apa perlu saya buat surat (untuk) jemput dia? Enggak perlu juga kan?” lanjut Wiyagus.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu berharap Lulung dapat hadir dalam proses pemeriksaan. Penyidik, sebut Wiyagus, sangat membutuhkan keterangan Lulung untuk mengungkap dugaan korupsi pengadaan UPS.

Lulung memutuskan tidak jadi mendatangi Mabes Polri dengan alasan belum menerima surat panggilan dari Bareskrim. Ia mengaku belum tahu kapan Bareskrim akan mengirimkan surat tersebut.

“Saya belum dapat panggilan, belum ada suratnya. Mungkin maksudnya hari ini Bareskrim bikin jadwalnya, tapi dipanggilnya kapan saya enggak tahu. Kalau nanti sudah dipanggil, akan saya kasih tahu,” ujar dia saat dihubungi, Rabu siang.



-Lulung: Kalau Saya Korupsi UPS, Kubur Hidup-hidup

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta ini mendatangi kantor Tempo untuk mengklarifikasi berita bahwa ia menerima suap pengadaan alat penyimpan listrik (UPS), Rabu, 10 Juni 2015. Sehari sebelumnya, Abraham Lunggana menyuruh lima utusan datang ke Tempo guna mengklarifikasi berita tersebut.

Tersangka kasus ini, mantan Kepala Seksi Sarana Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman sudah menceritakan aliran uang suap pengadaan 49 UPS senilai Rp 330 miliar pada 2004 kepada polisi. Para penerima suap adalah anggota Dewan periode 2009-2014. Abraham Lunggana alias Lulung waktu itu menjadi Koordinator Komisi Pendidikan, yang mengusulkan pengadaan tersebut kepada pemerintah.

Ide pengadaan berasal dari Harry Lo, pengusaha penyuplai UPS itu, karena banyak sekolah kerap diputus setrumnya lantaran telat membayar langganan ke PLN. Ia diduga memberi suap 7 persen dari nilai proyek melalui Alex yang dibagikan oleh utusan-utusan anggota Dewan. “Saya tak kenal Alex Usman,” kata Lulung, yang datang ditemani 10 politikus Partai Persatuan Pembangunan. Cerita soal permainan korupsi UPS, ia meminta agar tak ditulis.

Benarkah ada anak buah Anda yang mengambil suap dari Alex Usman?
Saya panggil Riano, asisten saya. Saya tanya apakah informasi tersebut benar? Dia jawab tak kenal Alex Usman. Ya sudah, saya tidak konfirmasi lagi.

Anda sendiri kenal Alex Usman?
Saya tidak kenal Alex Usman, Alex Usman tidak kenal Lulung. Saya bersumpah demi Al-Quran, tak kenal dia. Jika saya bohong, cabut nyawa saya. Saya tak pernah bertemu dia, tak tahu bacotnya, idungnya, nafasnya, pandangan matanya.

Jadi Anda tak terlibat korupsi UPS?
Tanya polisi. Kalau saya ngomong, saya tidak terlibat. Polisi juga tanya, mana mungkin Haji Lulung tak tahu. Saya jawab, emang tak tahu, mau diapain? Saya tak terima nama saya disebut dalam skema aliran uang suap oleh Tempo. Saya punya anak-istri. Jika saya terlibat korupsi UPS, saya berani bersumpah, saya mati sekeluarga. Kubur hidup-hidup saya.

Sebenarnya bagaimana pengadaan UPS itu?
Awalnya kan laporan Ahok ke KPK soal dana siluman Rp 12,1 triliun. KPK mengembalikan dokumen itu, lalu Ahok mencari ke Komisi E, komisi saya, ketemu UPS ini. UPS ditanyakan ke saya ketika kami berhadapan di Kementerian Dalam Negeri. Saya lagi emosi, Pak Ahok emosi, saya keluar.

Saya di-bully karena menjadi saksi. Saya disebut terseret UPS, Haji Lulung calon tersangka, segala macam. Saya sampaikan kepada istri dan anak-anak, tanya ke kepala dinas apakah mereka pernah dipanggil Lulung? Satu pun tidak pernah saya panggil. Barangkali saya satu-satunya orang di Dewan, dari 106 anggota, yang terus-menerus menjadi sasaran media. Rasanya, tak mau baca koran. Saya juga dituduh begal anggaran oleh Ahok. Lalu kami introspeksi. Ahok telah melakukan fitnah serius terhadap kami. Karena itu, kami ajukan hak angket.

Apa hasil hak angket?
Banyak temuan. Tanggal 14 Januari 2015 e-budgeting dibuka dan ditutup 20 Januari. Pembahasan Rancangan APBD itu 21-23 Januari, sehingga Ahok tak bisa input e-budgeting. Dia panik, lalu pake jurus mabuk, karena banyak makan anggur, dengan muncul tuduhan Rp 12,1 triliun uang siluman itu. Saya sudah cek ada surat dari Sekretaris Daerah yang membenarkan e-budgeting dibuka 14 Januari dan ditutup 20 Januari. Artinya benar, Ahok tak bisa input anggaran pada 20-23 Januari. Surat itu menjadi fakta.

Kami juga diskusikan dengan Presiden. Saya minta beliau tanya kepada Ahok apa uang Rp 12,1 triliun itu? Jawabannya ringan sekali, bahwa itu sudah selesai. Bagi saya, itu tidak selesai, itu fitnah. Tapi kami sadar, kami melawan kekuasaan, bahkan pengacara saya ditangkap dengan kasus tahun 2006.

Gubernur Jakarta bilang bahwa ada usulan yang dimasukkan tanpa pembahasan…
Waktu di Kementerian Dalam Negeri, Ahok minta kepala dinas berdiri untuk menjelaskan dia telah melarang tak memasukkan usulan yang belum dibahas. Omongannya bener, tapi dia bunuh diri. Mana ada sih yang bukan pembahasan dimasukkan, tidak ada.

0 comments:

Post a Comment